Kamis, 26 September 2013

PENDIDIKAN RASA INDONESIA

Diposting oleh Feby Perry di 23.05 0 komentar

Siapa yang tidak mengenal Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh penggagas pendidikan di Indonesia, yang terkenal dengan asas pendidikannya yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Pernahkah melihat raut wajahnya apabila ia melihat keadaan pendidikan yang terjadi di Indonesia sekarang, sangat kecewa sudah pasti. Bagaimana tidak, dengan seribu satu macam persoalan yang terjadi sekarang di dunia pendidikan Indonesia, yang memotret ketidak merataannya pendidikan di Indonesia.

Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sangat jauh berbeda dengan bangsa lain, jangankan dengan Negara maju seperti Amerika atau Inggris, dengan Negara yang serumpun seperti Malaysiapun Indonesia jauh tertinggal. Pada era tahun 70an sampai 80an keadaan pendidikan di Indonesia masih di atas Malaysia. Orang Malaysia datang belajar ke Indonesia. Bahkan beberapa guru dari Indonesia diperbantukan mengajar di Malaysia. Sekarang pendidikan di Malaysia termasuk yang paling baik di dunia, tetapi Indonesia malah terkesan berjalan di tempat. Apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia.


Di televisi, surat kabar maupun radio, sering sekali kita mendengar berita tentang sekolah yang kebanjiran, gedung sekolah yang hampir runtuh, jumlah anak yang putus sekolah yang terus meningkat, kurangnya tenaga pengajar,dan lain-lain. Berdasarkan data BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7–12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13–15 tahun 2,21 persen atau 209.976 anak; dan usia 16–18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223.676 anak.


Lalu pertanyaannya adalah bagaimana sikap pemerintah. Pemerintah berdalih bahwa mereka sudah sepenuhnya mengurusi permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan. Tetapi kenyataannya tidak seperti yang dikatakan. Bukankah 20% APBN ditujukan untuk dunia pendidikan, lalu mengapa masih ada saja anak yang kurang mampu secara ekonomi tidak dapat bersekolah. Di dalam UUD 1945 tercantum “mencerdaskan kehidupan bangsa”, kewajiban Negara untuk mencerdaskan rakyatnya dengan memberikan mereka hak untuk bersekolah.


Seharusnya pemerintah dapat lebih peka melihat persoalan yang terjadi di dunia pendidikan di Indonesia, anggaran-anggaran dari Negara seharusnya dapat di distribusikan secara merata baik di sekolah-sekolah yang ada di kota ataupun sekolah-sekolah yang berada di daerah. Selain itu melakukan berbagai penyuluhan tentang pentingnya pendidikan, agar anak-anak Indonesia yang masih dalam usia sekolah mau bersekolah. Pemerintah harus lebih menguatkan lagi kebijakan yang dulu pernah dibuatnya tentang wajib belajar. Infrastruktur sekolah atau akses yang menuju sekolahpun harus diperbaiki agar seluruh anak-anak Indonesia bisa mendapatkan hak mereka untuk bersekolah dengan layak.


Bukankah kecerdasan bangsa ini ditentukan oleh pendidikannya, bagaimana bisa kita menginginkan bangsa ini maju kalau sistem pendidikannyapun masih kacau seperti sekarang ini. Dan Negara yang baik adalah negara yang bisa mengakui kelemahannya dan mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki. Untuk itu Indonesia sudah seyogyanya selalu meningkatkan kualitas pendidikannya dengan cara membandingkan dengan negara maju dibidang pendidikannya.

Kamis, 05 September 2013

LUNTURNYA MINAT SASTRA DIKALANGAN MAHASISWA SASTRA

Diposting oleh Feby Perry di 22.39 0 komentar


Sebagai mahasiswa sastra, pengetahuan akan sastra sudah menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Sudah seharusnya, mahasiswa tersebut mengetahui tentang seluk-beluk sastra, dari mulai sejarah sastra, periode sastra, sastrawan maupun sastrawati atau pun karya sastra yang mencakup puisi, drama dan prosa. Pengetahuan akan sastra tersebut bisa didapatkan dari seringnya mahasiswa membaca buku tentang sastra, melihat pertunjukkan atau teater, dan lain sebagainya yang dapat menambah pengetahuan mereka tentang sastra. Namun, sebaliknya sekarang ini pengetahuan mahasiswa tentang sastra sangat kurang. Minat untuk mempelajari lebih dalampun kurang, mempelajari hanya ketika ada tugas saja. Selebihnya tidak, hanya mendengar apa yang dijelaskan oleh dosen ketika sedang berlangsung proses belajar mengajar di kelas. Kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang sastra ini berakibat kepada kurangnya minat mereka untuk membuat sebuah karya sastra, jangankan novel atau cerpen puisipun hanya dibuat ketika dosen menugaskan.
Permasalahan ini salah satunya disebabkan oleh rendahnya minat baca mahasiswa, Rendahnya minat baca sastra merupakan permasalahan mendasar yang menjadikan kesastraan seperti lahan kering yang kurang diminati. mahasiswa sekarang lebih suka yang instan dibandingkan harus bersusah-susah mencari. Mereka lebih suka mengcopas (copy-paste) dari internet ketimbang membaca, ini disebabkan oleh pesatnya kemajuan teknologi. Seharusnya perkembangan teknologi dapat diimbangi dengan pendidikan moral yang baik. Permasalahan lainnya adalah seperti waktu yang masih terbagi dengan jam kuliah, biaya serta perasaan takut jika karyanya tidak bisa diterima baik oleh penerbit atau masyarakat. Selain itu, kalangan mahasiswa biasanya mempunyai pemikiran yang sudah menganggap dirinya tidak mampu untuk menerbitkan karya-karya yang baik serta kemalasan untuk mengembangkan ide penulisan. Hal ini yang membuat para mahasiswa sastra kurang produktif.
Kondisi memprihatinkan ini harus lekas disikapi agar mahasiswa tidak sekedar kuliah, hanya datang-mendengarkan-pulang, tetapi dalam proses belajarnya mahasiswa tersebut dapat mendapatkan pengetahuan yang lebih yang bermanfaat nantinya untuk masa depannya kelak baik untuk pekerjaannya atau orang lain. Oleh karena itu, kita perlu menemukan solusi konkret atas rendahnya minat baca sastra, perhatian mahasiswa yang tersita pada teknologi dan masih menyampingkan minat baca inilah yang menyebabkan terbengkalainya pengetahuan akan kesastraan di tengah hiruk-pikuk pembangunan nasional dewasa ini. Padahal banyak sarana yang bisa digunakan oleh mereka, seperti banyaknya disediakan buku-buku sastra diperpustakaan kampus, adanya media yang dapat mereka manfaatkan untuk lebih cepat dalam mendapat informasi terbaru, dan bagi mereka yang ingin membuat sebuah karya sastra atau mempublikasikannya, adanya sarana rubrik karya sastra dalam berbagai media cetak.  Dan  para mahasiswa harus lebih sering mengikuti acara-acara yang bermanfaat untuk kuliahnya seperti bedah buku maupun bergabung dalam suatu komunitas yang bergerak dalam bidang sastra. Hal tersebut bisa mendatangkan banyak manfaat bagi mereka, seperti mendapatkan masukan dan pengalaman baru, memperoleh gambaran serta imajinasi, juga bisa dilakukan sebagai tolak ukur dalam pembuatan karya cerpen. Karena, hidup bukan hanya sekedar teori, tetapi bagaimana mempraktikkannya.
 

Feby Perry Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review