Ibu Negara, Ani
Yudhoyono melontarkan kata ‘bodoh’ saat menanggapi komentar salah satu followersnya di akun instagram miliknya
menuai pro dan kontra. Pasalnya, sebagai ibu Negara, Ani Yudhoyono dinilai tidak
pantas mengeluarkan kata-kata negatif kepada seseorang yang tidak bukan adalah
rakyatnya sendiri.
Blogroll
Jumat, 18 Oktober 2013
Kamis, 26 September 2013
PENDIDIKAN RASA INDONESIA
Siapa yang tidak mengenal Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh penggagas pendidikan di Indonesia, yang terkenal dengan asas pendidikannya yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Pernahkah melihat raut wajahnya apabila ia melihat keadaan pendidikan yang terjadi di Indonesia sekarang, sangat kecewa sudah pasti. Bagaimana tidak, dengan seribu satu macam persoalan yang terjadi sekarang di dunia pendidikan Indonesia, yang memotret ketidak merataannya pendidikan di Indonesia.
Pendidikan
di Indonesia bisa dikatakan sangat jauh berbeda dengan bangsa lain, jangankan
dengan Negara maju seperti Amerika atau Inggris, dengan Negara yang serumpun
seperti Malaysiapun Indonesia jauh tertinggal. Pada
era tahun 70an sampai 80an keadaan pendidikan di Indonesia masih di atas
Malaysia. Orang Malaysia datang belajar ke Indonesia. Bahkan beberapa guru dari
Indonesia diperbantukan mengajar di Malaysia. Sekarang pendidikan di Malaysia
termasuk yang paling baik di dunia, tetapi Indonesia malah terkesan berjalan di
tempat. Apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia.
Di
televisi, surat kabar maupun radio, sering sekali kita mendengar berita tentang
sekolah yang kebanjiran, gedung sekolah yang hampir runtuh, jumlah anak yang
putus sekolah yang terus meningkat, kurangnya tenaga pengajar,dan lain-lain.
Berdasarkan data BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia
7–12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13–15 tahun 2,21 persen
atau 209.976 anak; dan usia 16–18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau
223.676 anak.
Lalu
pertanyaannya adalah bagaimana sikap pemerintah. Pemerintah berdalih bahwa
mereka sudah sepenuhnya mengurusi permasalahan yang terjadi di dunia
pendidikan. Tetapi kenyataannya tidak seperti yang dikatakan. Bukankah 20% APBN
ditujukan untuk dunia pendidikan, lalu mengapa masih ada saja anak yang kurang
mampu secara ekonomi tidak dapat bersekolah. Di dalam UUD 1945 tercantum “mencerdaskan
kehidupan bangsa”, kewajiban Negara untuk mencerdaskan rakyatnya dengan
memberikan mereka hak untuk bersekolah.
Seharusnya
pemerintah dapat lebih peka melihat persoalan yang terjadi di dunia pendidikan
di Indonesia, anggaran-anggaran dari Negara seharusnya dapat di distribusikan
secara merata baik di sekolah-sekolah yang ada di kota ataupun sekolah-sekolah
yang berada di daerah. Selain itu melakukan berbagai penyuluhan tentang
pentingnya pendidikan, agar anak-anak Indonesia yang masih dalam usia sekolah
mau bersekolah. Pemerintah harus lebih menguatkan lagi kebijakan yang dulu
pernah dibuatnya tentang wajib belajar. Infrastruktur sekolah atau akses yang
menuju sekolahpun harus diperbaiki agar seluruh anak-anak Indonesia bisa
mendapatkan hak mereka untuk bersekolah dengan layak.
Bukankah
kecerdasan bangsa ini ditentukan oleh pendidikannya, bagaimana bisa kita
menginginkan bangsa ini maju kalau sistem pendidikannyapun masih kacau seperti
sekarang ini. Dan Negara yang baik adalah negara yang bisa mengakui kelemahannya
dan mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki. Untuk itu Indonesia sudah
seyogyanya selalu meningkatkan kualitas pendidikannya dengan cara membandingkan dengan negara
maju dibidang pendidikannya.
Kamis, 05 September 2013
LUNTURNYA MINAT SASTRA DIKALANGAN MAHASISWA SASTRA
Sebagai
mahasiswa sastra, pengetahuan akan sastra sudah menjadi kebutuhan pokok yang
harus dipenuhi. Sudah seharusnya, mahasiswa tersebut mengetahui tentang seluk-beluk
sastra, dari mulai sejarah sastra, periode sastra, sastrawan maupun sastrawati
atau pun karya sastra yang mencakup puisi, drama dan prosa. Pengetahuan akan
sastra tersebut bisa didapatkan dari seringnya mahasiswa membaca buku tentang
sastra, melihat pertunjukkan atau teater, dan lain sebagainya yang dapat
menambah pengetahuan mereka tentang sastra. Namun, sebaliknya sekarang ini
pengetahuan mahasiswa tentang sastra sangat kurang. Minat untuk mempelajari
lebih dalampun kurang, mempelajari hanya ketika ada tugas saja. Selebihnya
tidak, hanya mendengar apa yang dijelaskan oleh dosen ketika sedang berlangsung
proses belajar mengajar di kelas. Kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang
sastra ini berakibat kepada kurangnya minat mereka untuk membuat sebuah karya
sastra, jangankan novel atau cerpen puisipun hanya dibuat ketika dosen
menugaskan.
Permasalahan
ini salah satunya disebabkan oleh rendahnya minat baca mahasiswa, Rendahnya
minat baca sastra merupakan permasalahan mendasar yang menjadikan kesastraan
seperti lahan kering yang kurang diminati. mahasiswa sekarang lebih suka yang
instan dibandingkan harus bersusah-susah mencari. Mereka lebih suka mengcopas (copy-paste) dari internet ketimbang
membaca, ini disebabkan oleh pesatnya kemajuan teknologi. Seharusnya
perkembangan teknologi dapat diimbangi dengan pendidikan moral yang baik. Permasalahan
lainnya adalah seperti waktu yang masih terbagi dengan jam kuliah, biaya serta
perasaan takut jika karyanya tidak bisa diterima baik oleh penerbit atau
masyarakat. Selain itu, kalangan mahasiswa biasanya mempunyai pemikiran yang
sudah menganggap dirinya tidak mampu untuk menerbitkan karya-karya yang baik
serta kemalasan untuk mengembangkan ide penulisan. Hal ini yang membuat para
mahasiswa sastra kurang produktif.
Kondisi
memprihatinkan ini harus lekas disikapi agar mahasiswa tidak sekedar kuliah,
hanya datang-mendengarkan-pulang, tetapi dalam proses belajarnya mahasiswa
tersebut dapat mendapatkan pengetahuan yang lebih yang bermanfaat nantinya
untuk masa depannya kelak baik untuk pekerjaannya atau orang lain. Oleh karena
itu, kita perlu menemukan solusi konkret atas rendahnya minat baca sastra, perhatian
mahasiswa yang tersita pada teknologi dan masih menyampingkan minat baca inilah
yang menyebabkan terbengkalainya pengetahuan akan kesastraan di tengah
hiruk-pikuk pembangunan nasional dewasa ini. Padahal banyak sarana yang bisa
digunakan oleh mereka, seperti banyaknya disediakan buku-buku sastra
diperpustakaan kampus, adanya media yang dapat mereka manfaatkan untuk lebih
cepat dalam mendapat informasi terbaru, dan bagi mereka yang ingin membuat
sebuah karya sastra atau mempublikasikannya, adanya sarana rubrik karya sastra
dalam berbagai media cetak. Dan para mahasiswa harus lebih sering mengikuti
acara-acara yang bermanfaat untuk kuliahnya seperti bedah buku maupun bergabung
dalam suatu komunitas yang bergerak dalam bidang sastra. Hal tersebut bisa
mendatangkan banyak manfaat bagi mereka, seperti mendapatkan masukan dan
pengalaman baru, memperoleh gambaran serta imajinasi, juga bisa dilakukan
sebagai tolak ukur dalam pembuatan karya cerpen. Karena, hidup bukan hanya
sekedar teori, tetapi bagaimana mempraktikkannya.
Langganan:
Postingan (Atom)